Friday, November 28, 2008

Kesabarannya Membuat Hatiku Luluh

Menunggu bagi kebanyakan orang mungkin hal yang sangat membosankan, tapi tidak buat Doni (bukan nama sebenarnya). Selama hampir lima belas tahun ia menunggu. Menunggu aku yang tak pernah memperdulikan cintanya, meremehkan ketulusan dan kesetiaannya, sampai akhirnya aku takluk oleh kesabaran, ketulusan dan cintanya yang luar biasa. Tak pernah kusadari jika Doni ternyata memiliki mata yang meneduhkan, romantisme yang melenakan dan kejenakaan yang membuatku selalu bisa tersenyum saat aku dalam kesedihan.

Matahari baru saja tenggelam keperaduaannya ketika aku diperkenalkan dengan Doni oleh sahabatku, sebut saja namanya Dewi (bukan nama sebenarnya). Doni dan Dewi adalah dua orang sahabat yang sudah seperti keluarga sendiri, mereka berkuliah di kampus yang sama yang letaknya tak seberapa jauh dari kampusku. Dari Dewi pula aku diberi tahu bahwa Doni menaruh hati padaku. Tapi saat itu aku sama sekali tak menanggapinya, karena selain aku sudah memiliki kekasih, aku sama sekali tak tertarik dengan sikapnya yang kuanggap terlalu ingin mencari perhatian.

Begitupun saat aku putus dengan kekasihku, Doni yang mengetahui bubarnya hubunganku itu berusaha menarik perhatianku, tapi entah mengapa aku tak bisa tertarik dengannya. Walau saat itu ia banyak mengorbankan waktunya demi untuk menghiburku, mengajakku berlibur, mentraktirku makan bahkan ia berupaya menjemput dan mengantarkan aku saat hendak berangkat dan pulang kuliah, padahal jarak antara kampus dan rumahku terbilang cukup jauh.

Tapi semua itu tak membuatku menaruh hati pada Doni, sebaliknya aku malah tertarik dengan teman dekat Doni, sebut saja namanya Jay (bukan nama sebenarnya). Mengetahui hal itu Doni sama sekali tak menampakan kecemburuannya, aku malah dikejutkan dengan usahanya yang mencoba menyampaikan ketertarikanku itu pada Jay. Namun begitu ia tetap mencoba menasehatiku tentang perangai buruk Jay terhadap kekasih-kekasihnya terdahulu. Seperti biasa, aku tak pernah menanggapi perkataan Doni, aku masih menganggap ia hanya mencari perhatianku.

Selama empat tahun aku menjalin hubungan dengan Jay. Secara perlahan aku mulai membenarkan apa yang dikatakan Doni empat tahun lalu, tapi terus terang aku malu mengakuinya. Selama empat tahun itu menjalani hubungan itu, aku mengalami kekerasan fisik dan beberapa kali aku terpaksa menggugurkan kandungan. Saat itu Doni pula yang akhirnya mencoba menyelamatkanku dari keberingasan Jay hingga aku akhirnya bisa putus dengan Jay.

Kebekuan hatiku terhadap Doni seakan tak bisa berakhir, aku masih saja menutup hatiku untuknya, hingga aku akhirnya kembali menjalin kisah asmara dengan Boy (bukan nama sebenarnya). Bahkan dengan Boy pula akhirnya aku menikah dan memiliki seorang putri. Namun rumah tanggaku dengan Boy hanya bertahan dua tahun saja, karena Boy tak mau menafkahiku secara lahir, malah sebaliknya ia lebih suka merongrongku dengan berbagai alasan. Selama dua tahun itu, semua tabungan dari hasil kerjaku habis tak bersisa akibat ulah Boy.

Disaat kritis itu, lagi-lagi Doni menjadi dewa penyelamatku. Ia banyak memberikan bantuan uang untuk biaya membesarkan anakku, bahkan sampai usia anakku tujuh tahun ia masih saja memberiku bantuan, tapi seperti kataku aku masih saja tak bisa membuka hatiku untuknya. Setelah selama delapan tahun menjanda akhirnya aku kembali menikah dengan Rudi (bukan nama sebenarnya) atasanku di tempat pekerjaan.

Kisah rumah tanggaku dengan Rudi juga berakhir dengan perceraian, karena ia cuma menginginkan tubuhku. Sekali lagi Doni hadir untuk mencoba menghiburku dan menasehatiku agar selalu bersabar. Saat itulah aku mulai merasa berdosa telah mengabaikan Doni, tapi butuh waktu dua tahun lagi sebelum aku akhirnya bisa menerima Doni sebagai pendampingku selanjutnya, kami akhirnya menikah walau dengan sangat sederhana.

Dan entah mengapa, aku yang sebelumnya tak pernah meneteskan air mata saat ijab kabul, saat itu aku mendadak menangis, begitu pula dengan Doni. Kulihat air matanya berderai ketika ia membacakan ikrar setia, aku memeluknya dengan erat dan meminta maaf kepadanya karena aku telah mengabaikan cinta dan kesetiaannya. Ketulusan Doni juga terlihat saat kami mulai tinggal bersama.

Selama beberapa hari aku masih belum bisa melaksanakan kewajibanku sebagai seorang istri, Doni bahkan rela tidur tidak sekamar denganku. “Maafkana aku ya mas, aku belum bisa menerimamu seutuhnya, aku masih merasa trauma dengan kehadiran lelaki di rumahku, mas bisa mengerti kan?” Doni bukan saja mengangguk, ia bahkan berujar yang membuatku kembali merasa sangat berdosa. “Sudahlah Ti, aku menikahimu bukan untuk menikmati tubuhmu, aku menikahimu karena aku ingin melindungimu dan anakmu dengan kesetiaan dan kasih sayangku, aku tak ingin ada pria lain yang kembali menyakitimu, itu saja.”

Luluh rasanya hatiku saat mendengar pengakuaannya yang polos, air mata tak kuasa kubendung. Aku kembali memeluknya dengan erat, menangis sejadi-jadinya mengakui kesalahan dan kebodohanku. Itulah sekelumit kisahku. Kini sembilan tahun sudah kami hidup bersama dalam suka maupun duka. Doni telah banyak mengajariku tentang hidup dan kehidupan, seperti katanya ia tak pernah berhenti memberikan kasih sayangnya padaku dan anakku. Ia menepati janjinya, bahwa sebagian hidupnya adalah hanya untuk kami.

Artikel yang berhubungan :



0 comments:

Post a Comment

Template by : Wahyu Hidayat h1dayat.blogspot.com